Hendri Kampai: Pendidikan dan Kesehatan Mahal Serta Pajak yang Tinggi, Cara Penguasa Membangun Dinasti Kekuasaan

    Hendri Kampai: Pendidikan dan  Kesehatan Mahal Serta Pajak yang Tinggi, Cara Penguasa Membangun Dinasti Kekuasaan

    PEMERINTAHAN - Pernahkah kita bertanya-tanya, mengapa biaya pendidikan semakin mahal dari tahun ke tahun? Sebuah fenomena yang hampir bisa dipastikan terjadi di setiap rezim. Jawabannya bisa jadi tidak sesederhana "inflasi" atau "biaya operasional yang meningkat." Ada narasi yang lebih gelap dan menggelitik di balik layar, seolah pendidikan mahal adalah strategi sistemik yang sengaja dipertahankan untuk menciptakan generasi yang patuh dan tidak kritis. 

    Mari kita renungkan. Pendidikan adalah pintu menuju pengetahuan, dan pengetahuan adalah senjata yang paling menakutkan bagi para penguasa. Dengan membuat biaya pendidikan mahal, mereka memastikan hanya segelintir orang yang memiliki akses ke senjata tersebut. Semakin banyak rakyat yang tidak bisa mengenyam pendidikan berkualitas, semakin mudah mereka dikendalikan. "Rakyat yang bodoh adalah rakyat yang mudah diatur, " begitulah kira-kira filosofi yang tertulis secara tak kasat mata di balik kebijakan-kebijakan yang ada. Dengan keterbatasan akses pendidikan, kritik terhadap kebijakan pemerintah tidak akan tumbuh subur. Sebaliknya, kebodohan rakyat menjadi pupuk bagi kelanggengan dinasti kekuasaan.

    Belum selesai di situ. Kesehatan juga tak luput dari permainan ini. Bayangkan saja, rakyat yang sehat tentu punya tenaga untuk berpikir, untuk bergerak, bahkan untuk melawan. Maka, mahalnya biaya kesehatan adalah strategi berikutnya. Dengan rakyat yang sakit-sakitan, energi mereka terkuras hanya untuk bertahan hidup. Apa yang tersisa untuk memikirkan perlawanan atau perubahan? Rakyat yang lemah adalah rakyat yang pasrah.

    Dan kemudian, datanglah pajak. Seolah beban hidup belum cukup berat, pajak dinaikkan hingga menyentuh hampir setiap aspek kehidupan. Pajak ini seperti alat untuk memastikan rakyat tetap miskin. Mengapa? Karena kemiskinan adalah penjara tanpa dinding yang mengurung kreativitas dan daya juang. Rakyat miskin akan sibuk memikirkan bagaimana caranya makan hari ini, bukan bagaimana caranya memperjuangkan keadilan. 

    Namun, puncak dari ironi ini terletak pada hukum. Ah, hukum. Pedang keadilan yang katanya tidak memandang bulu. Tapi kenyataannya? Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Bagi rakyat kecil, kesalahan sekecil apapun bisa menyeret mereka ke balik jeruji. Tapi bagi mereka yang berada di lingkaran kekuasaan, hukum seolah hanya sekadar formalitas. Salah satu anggota keluarga penguasa melakukan pelanggaran besar? Tenang, mereka punya jaringan hukum untuk melindungi. Dinasti kekuasaan ini tidak hanya mempertahankan kekuasaannya dengan kebijakan, tetapi juga dengan menutup rapat pintu keadilan bagi rakyat biasa.

    Cerita ini bukanlah cerita baru. Dari masa ke masa, dinasti kekuasaan selalu memiliki cara untuk melanggengkan takhta mereka, bahkan jika itu berarti menindas rakyat sendiri. Pendidikan mahal, kesehatan mahal, pajak tinggi, dan hukum yang berat sebelah hanyalah beberapa strategi dari sekian banyak strategi mereka. Pertanyaannya, sampai kapan rakyat akan terus menjadi pion dalam permainan ini? Akankah kita terus diam, ataukah akhirnya kita akan merebut kembali hak-hak kita sebagai manusia yang merdeka? 

    Pikirkan, renungkan, dan tanyakan pada diri sendiri: apakah ini dunia yang ingin kita wariskan kepada anak cucu kita? Atau, sudah waktunya kita bangkit dan menulis ulang cerita ini?

    Jakarta, 30 Desember 2024
    Hendri Kampai
    Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi

    hendri kampai dinasti keuasaan
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Hendri Kampai: Hukuman Mati untuk Koruptor...

    Artikel Berikutnya

    Tony Rosyid: Conie Layak Dipidana?

    Berita terkait

    Follow Us

    Recommended Posts

    Tony Rosyid: Video Hasto, Apakah Pepesan Kosong?
    Pessel.Inc: Membangun Kemandirian Ekonomi dengan Badan Usaha Milik Daerah Berbasis Rakyat
    Polres Majalengka Siapkan Tim Urai di Jalur Tol Selama Ops Lilin Lodaya hingga 2 Januari 2025
    Waketum DPP KNPI Saiful Chaniago: Ramadhan Momentum Perjuangan, Libur Sebulan Tidak Pancasilais
    Meriahnya Malam Tahun Baru 2025 di Alun-Alun Simpang Pematang