Hendri Kampai: Hukuman Mati untuk Koruptor dan Bandar Narkoba

    Hendri Kampai: Hukuman Mati untuk Koruptor dan Bandar Narkoba

    HUKUM - Bayangkan seorang pejabat tinggi negara yang seharusnya menjadi penjaga amanah rakyat. Namun, ia justru memperkaya diri sendiri dengan merampok dana publik yang sejatinya diperuntukkan bagi pembangunan rumah sakit, sekolah, atau infrastruktur dasar. Di sisi lain, ada seorang bandar narkoba yang tanpa ragu menyebarkan racun ke masyarakat, menghancurkan masa depan generasi muda demi keuntungan pribadi. Apa yang harus dilakukan negara untuk menghadapi ancaman besar ini? Salah satu jawabannya yang sering mencuat adalah hukuman mati.

    Namun, apakah hukuman mati adalah solusi yang efektif? Ataukah ini hanya langkah emosional yang tak menyentuh akar permasalahan? Untuk memahami hal ini, mari kita bahas dari sudut pandang regulasi di Indonesia, pelaksanaan di negara lain, dan perdebatan moral di balik hukuman mati untuk koruptor dan bandar narkoba.

    Regulasi Hukuman Mati di Indonesia
    Indonesia termasuk salah satu negara yang masih menerapkan hukuman mati, terutama dalam kasus berat seperti kejahatan narkotika, terorisme, dan pembunuhan berencana. Dalam konteks bandar narkoba, dasar hukumnya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya Pasal 113 ayat (2), Pasal 114 ayat (2), Pasal 116 ayat (2), Pasal 118 ayat (2), Pasal 119 ayat (2), dan Pasal 121 ayat (2). Jika seorang pelaku terbukti memiliki, mengedarkan, atau memproduksi narkoba dalam jumlah besar, ia dapat dijatuhi hukuman mati.

    Untuk korupsi, hukumannya belum mencapai hukuman mati secara eksplisit. Namun, Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi membuka peluang hukuman mati bagi koruptor jika kejahatannya dilakukan dalam kondisi tertentu, seperti saat negara mengalami krisis ekonomi atau bencana nasional. Contoh historisnya jarang diterapkan, sehingga ada perdebatan besar tentang apakah hukuman ini benar-benar dijalankan atau hanya simbolis belaka.

    Kasus Hukuman Mati di Negara Lain
    Beberapa negara telah menerapkan hukuman mati untuk koruptor dan bandar narkoba, dan pengalaman mereka memberikan perspektif yang beragam:

    China
    China terkenal tegas dalam menindak koruptor. Di negara ini, hukuman mati kerap dijatuhkan pada pejabat tinggi yang terlibat kasus korupsi besar. Salah satu kasus yang terkenal adalah Zhang Zhongsheng, seorang mantan pejabat pemerintah yang dihukum mati pada 2018 karena menerima suap lebih dari 160 juta dolar AS. Pendekatan keras ini dianggap efektif untuk memberikan efek jera, meski kritik tentang pelanggaran hak asasi manusia tetap muncul.

    Iran
    Iran memiliki regulasi ketat terkait narkoba. Bandar narkoba yang terbukti membawa narkotika dalam jumlah besar biasanya akan menghadapi hukuman mati. Pada 2017, Iran mengeksekusi lebih dari 500 orang karena kasus narkoba. Namun, sejak 2018, hukuman mati untuk kasus narkoba mulai dikurangi untuk pelaku dengan jumlah barang bukti yang lebih kecil.

    Singapura
    Singapura adalah salah satu negara dengan hukum narkotika paling keras. Undang-Undang Penyalahgunaan Narkoba menetapkan hukuman mati untuk siapa saja yang memiliki lebih dari jumlah tertentu narkoba, seperti 15 gram heroin atau 500 gram ganja. Singapura sering membela kebijakan ini sebagai langkah untuk melindungi masyarakatnya dari ancaman narkoba.

    Vietnam
    Vietnam juga terkenal dengan pendekatan keras terhadap narkoba. Pada 2018, seorang warga negara Australia, Van Tuong Nguyen, dihukum mati karena mencoba menyelundupkan heroin melalui bandara. Eksekusi ini menuai kontroversi internasional, tetapi pemerintah Vietnam tetap bertahan dengan argumennya bahwa narkoba merusak masyarakat.

    Perdebatan Moral dan Efektivitas Hukuman Mati
    Hukuman mati selalu menjadi topik kontroversial. Di satu sisi, banyak yang mendukungnya dengan alasan berikut:

    Efek Jera: Pendukung hukuman mati percaya bahwa ancaman hukuman mati dapat mengurangi kejahatan berat seperti korupsi dan narkoba.
    Keadilan untuk Korban: Dalam kasus narkoba, jutaan keluarga hancur akibat kecanduan. Hukuman mati dianggap sebagai bentuk keadilan untuk mereka.
    Pesan Simbolik: Hukuman mati menunjukkan bahwa negara tidak menoleransi kejahatan yang merusak masyarakat.

    Namun, kritik terhadap hukuman mati juga kuat, antara lain:

    Peluang Kekeliruan: Tidak ada sistem hukum yang sempurna. Salah vonis bisa berujung pada eksekusi orang yang tidak bersalah.
    Pelanggaran HAM: Banyak organisasi internasional menganggap hukuman mati sebagai bentuk hukuman yang tidak manusiawi.
    Tidak Menyelesaikan Akar Masalah: Hukuman mati tidak menyentuh akar masalah, seperti kemiskinan, korupsi sistemik, atau permintaan narkoba.

    Apa yang Bisa Dipelajari?
    Hukuman mati untuk koruptor dan bandar narkoba membawa pelajaran penting. Di satu sisi, tindakan tegas memang diperlukan untuk melindungi masyarakat dan menjaga integritas negara. Namun, di sisi lain, negara harus memastikan bahwa sistem hukumnya adil, transparan, dan tidak diskriminatif.

    Contoh dari China, Singapura, dan Iran menunjukkan bahwa kebijakan keras dapat berhasil jika diiringi dengan penegakan hukum yang konsisten dan pendidikan masyarakat. Namun, pelajaran dari kasus salah vonis di negara lain juga mengingatkan bahwa kekuatan hukum harus digunakan dengan bijaksana.

    Hukuman mati adalah pedang bermata dua—ia bisa melindungi masyarakat, tetapi juga bisa melukai nilai-nilai kemanusiaan jika tidak diterapkan dengan hati-hati. Jadi, apakah hukuman mati adalah jawaban? Atau, mungkinkah ada cara lain yang lebih manusiawi untuk menghadapi korupsi dan narkoba? Itu adalah pertanyaan yang harus dijawab oleh kita semua, sebagai bagian dari masyarakat yang peduli terhadap keadilan dan masa depan bangsa.

    Jakarta, 30 Desember 2024
    Hendri Kampai
    Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi

    hendri kampai koruptor bandar narkoba
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Hendri Kampai: Logika Terbalik untuk Putusan...

    Artikel Berikutnya

    Hendri Kampai: Pendidikan dan Kesehatan...

    Berita terkait

    Follow Us

    Recommended Posts

    Tony Rosyid: Video Hasto, Apakah Pepesan Kosong?
    Pessel.Inc: Membangun Kemandirian Ekonomi dengan Badan Usaha Milik Daerah Berbasis Rakyat
    Polres Majalengka Siapkan Tim Urai di Jalur Tol Selama Ops Lilin Lodaya hingga 2 Januari 2025
    Waketum DPP KNPI Saiful Chaniago: Ramadhan Momentum Perjuangan, Libur Sebulan Tidak Pancasilais
    Meriahnya Malam Tahun Baru 2025 di Alun-Alun Simpang Pematang